Penulis : Ustaz Afifi Abdul Wadud. B.A. hafizhahullah
Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu– berkata,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْتَقَى الْمِنْبَرَ فَقَالَ آمِيْنَ آمِيْنَ آمِيْنَ فَقِيْلَ لَهُ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا كُنْتَ تَصْنَعُ هَذَا فَقَالَ قَالَ لِيْ جِبْرَائِيْلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ فَقُلْتُ آمِيْنَ
“Rasulullah –Shollallahu ‘alaihi wasallam– naik ke atas mimbar seraya bersabda, Amiin…amiin…amiin”. Beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, engkau tidak pernah melakukan seperti ini”. Belaiu menjawab, “Jibril -alaihis salam- berkata kepadaku, “Semoga kecelakaan bagi seorang hamba yang didatangi oleh bulan Romadhon, namun tidak diberi ampunan”, maka saya pun berkata, “Amiin”. [HR. Ibnu Khuzaimah, Ahmad dalam Al-Musnad, di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Adab Al-Mufrod (646)]
SAAT RAMADHAN MULAI BERKEMAS; BAGAIMANA ANDA
1. MUHASABAH TIADA HENTI |
Telah berlalu Ramadhan beberapa waktu, tidak ada yang lebih baik untuk dilakukan selain muhasabah diri apa yang telah kita lakukan, inilah yang Allah perintahkan kepada setiap hamba mukmin agar tidak terlena dari bekal yang harus disiapkan.
Allah berfor,am (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik. tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni jannah Itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-HASYR : 18-20)
- DAN TAQWA YANG HAKIKI HANYA BISA DIRAIH DENGAN MUHASABAH
Imam Maimun bin Mihran berkata,
- “Seorang hamba tidak akan mencapai takwa (yang hakiki) sehingga dia melakukan muhasabatun nafsi (introspeksi terhadap keinginan jiwa untuk mencapai kesucian jiwa) yang lebih ketat daripada seorang pedagang yang selalu mengawasi sekutu dagangnya (dalam masalah keuntungan dagang). Oleh karena itu ada yang mengatakan bahwa jiwa manusia itu ibaratnya seperti sekutu dagang yang suka berkhianat. Kalau Anda tidak selalu mengawasinya, dia akan pergi membawa hartamu (sebagaimana jiwa akan pergi membawa agamamu)”
Ibnul Qayyim rahimahulloh mengatakan,
- “Kehancuran kalbu adalah dengan tidak melakukan muhasabah dan memperturutkan kemauannya.”
Dari sini, kita mengetahui betapa pentingnya peran muhasabah dalam mengobati jiwa.Tak heran apabila kita dapati para pendahulu kita sangat memerhatikan dan menganjurkannya.
Umar ibnul Khaththab radiyallahu’anhu mengatakan,
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، فَإِنَّهُ أَهْوَنُ فِي الْحِسَابِ غَدًا أَنْ تُحَاسِبُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ
“Bermuhasabahlah kalian pada diri kalian sebelum amal kalian dihisab, timbanglah amal diri kalian sebelum kalian ditimbang. Sesungguhnya hal itu lebih ringan bagi kalian besok di akhirat dengan kalian hisab diri kalian pada hari ini….” (Ighatsatul Lahafan)
Ibnul Qayyim rahimahulloh menjelaskan bahwa muhasabah ada dua macam: sebelum melakukan amalan dan setelah melakukannya.
- Muhasabah sebelum beramal
- Muhasabah setelah beramal
- BUAH MUHASABAH
- Mengetahui cacat atau kekurangan jiwa
- Mengetahui hak Allah subhanahuwata’ala
Jadi, muhasabah terhadap jiwa, adalah:
- Pertama.seorang hamba melihat hak Allah atas dirinya, lalu—
- Kedua, apakah dirinya telah melakukannya sebagaimana mestinya? Sebaik-baik berpikir adalah berpikir dalam hal ini.
Dengan cara ini, kalbu akan berjalan menuju Allah subhanahuwata’ala lalu akan menjatuhkan dirinya di hadapan-Nya dalam keadaan terhina, tunduk, menyesal dengan penyesalan yang menjadi obat penyesalannya, dalam keadaan butuh dengan rasa butuh yang akan mencukupinya, dalam keadaan terhina dengan penghinaan yang menjadi tempat kemuliaannya, andai dia beramal dengan apa pun kiranya yang dia amalkan. Namun, apabila dia kehilangan hal itu, kebaikan yang terlewatkannya lebih baik daripada kebaikan yang dia lakukan. (diringkas dari Ighatsatul Lahafan)
Bersambung insya Allah…
# Sumber : Seorang penimba ilmu hafizhahullah